top of page

SEJARAH SAHABAT BELAJAR

2015

2014

Salah satu pendiri Sahabat Belajar, Endah Sulistiawati, mulai mengajar anak-anak di daerah pemukiman ilegal Keputih Tegal Timur. Pemukiman ini dihuni oleh keluarga yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai pemulung. Selama mengajar, Endah banyak berinteraksi dan berbagi cerita dengan warga yang tinggal di kawasan tersebut.

September 2016

Lahirnya program "Millenia of Utopians" dengan dua anak penerima bantuan dan kurang lebih 20 donatur.

Di tengah kegiatan mengajarnya, Endah berjumpa dengan dua anak yang memiliki semangat belajar tinggi meski harus hidup di tengah keterbatasan keadaan. Mereka adalah Sarah dan Rokhim. Meski harus tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah dan hidup di lingkungan yang sulit, Sarah dan Rokhim tetap tumbuh menjadi anak yang baik dan rajin menuntut ilmu.

2017

Awal tahun 2017 jumlah adik binaan kami mulai bertambah 2 orang. Salah satunya merupakan anak berkebutuhan khusus. Semenjak saat itu kami lebih giat lagi untuk melakukan penggalangan dana sekaligus membina adik-adik secara intensif. Sepanjang pertengahan tahun 2017, Endah Sulistiawati, Zavira Ika Rahmania, Tiara Nur Pratiwi dan Hafizh Rifky Novaldi mulai mengonsep secara detail mengenai berdirinya sebuah komunitas yang berfokus pada pendidikan

2018

Pada Januari 2018 lahirlah "Komunitas Sahabat Belajar" yang berfokus pada pendidikan anak-anak marjinal. Seiring berjalannya waktu, jumlah adik binaan, donatur, pengurus dan pengajarnya pun ikut bertambah

MILLENIA OF THE UTOPIANS

Suatu hari, di sela perkuliahan di jurusan Teknik Kimia ITS, Endah menceritakan tentang pengalamannya selama mengajar di daerah Keputih Tegal Timur Baru kepada salah seorang teman dekatnya, Tiara. Perbincangan sederhana kala itu berujung pada tercetusnya sebuah program yang pada akhirnya disebut dengan Millenia of The Utopians. Ide dari nama program ini berasal dari sebuah buku karya Ray Braadbury berjudul Fahrenheit 451 yang mengangkat cerita tentang masyarakat distopia. Berlawanan dengan dunia yang diceritakan dalam buku tersebut, dua mahasiswi ini  membayangkan suatu dunia utopia dimana anak-anak marjinal dapat memperoleh pendidikan yang baik tanpa khawatir jika suatu saat mereka tidak lagi dapat kembali ke sekolah karena alasan ekonomi.

​

Program ini dijalankan dengan beberapa "donatur" yang merupakan teman-teman angkatan 2013 di Jurusan Teknik Kimia ITS. Donatur menabung uang sebesar seribu rupiah setiap hari dan di akhir bulan, mereka akan menyerahkan uang tabungan tersebut pada Endah yang kemudian akan disalurkan pada keluarga yang membutuhkan untuk kepentingan pembayaran SPP, pembelian seragam, dan perlengkapan sekolah lainnya. Di awal terbentuknya program ini, terdapat dua anak penerima bantuan, yakni Rohim dan Sarah. Seiring berjalannya waktu, jumlah donatur semakin bertambah dan beberapa dari mereka bersedia untuk membantu  mengajar adik-adik ini di luar jam sekolah. Selain bantuan dana untuk menunjang pendidikan dan bimbingan dalam belajar, adik-adik yang dibantu dalam program ini memperoleh kesempatan untuk sesekali merasakan nikmatnya belajar sambil bermain di luar ruangan.

​

2017

Sarah, salah satu penerima bantuan program Millenia of The Utopians harus kembali ke kampung halamannya untuk dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Pada saat yang bersamaan, melalui kegiatan mengajarnya, Endah berjumpa dengan seorang anak berkebutuhan spesial yang juga membutuhkan bantuan dana pendidikan bernama Dika.

September 2017

Berhasil meminta keringanan pada pihak sekolah untuk mengangsur pembayaran uang pangkal, Dika akhirnya berhasil bersekolah di Sekolah Galuh Handayani, Surabaya. Perjuangan tidak berhenti sampai disini, kami harus terus menggalang dana untuk membayar cicilan uang pangkal, SPP, terapi, dan kebutuhan operasional lain. Sejak September 2017, kami juga mendapat bantuan dana dari K51 Foundation untuk terus dapat menyekolahkan Dika. Pada tahap ini kami benar-benar merasa bersyukur atas uluran tangan para donatur yang selalu datang di saat kami benar-benar membutuhkan. 

Juni 2017

Setelah mengamati perilaku dan perkembangan kemampuan kognitif Dika yang jauh tertinggal dibandingkan anak-anak seusianya, serta dengan mempertimbangkan fakta bahwa Dika sudah tiga kali tidak naik kelas 1 SD di sekolah biasa, kami memutuskan untuk mendaftarkan Dika di sebuah sekolah luar biasa (SLB) di Surabaya. Mengingat kebutuhan dana untuk bersekolah di SLB sangat tinggi, kami mulai merambah platform kitabisa.com untuk memulai menggalang dana untuk pendidikan Dika.

Oktober 2017

Pencetusan awal Komunitas Sahabat Belajar

KOMUNITAS SAHABAT BELAJAR

Setelah wisuda ITS ke 116 tanggal 16 September 2017, dimana seluruh perintis Millenia of  The Utopians turut diwisuda pada hari itu, keinginan untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lain semakin besar dan ingin segera diwujudkan. Keputusan kami untuk membantu Dika saat itu terus memacu kami untuk selalu semangat dalam berusaha supaya Dika dapat melanjutkan sekolah dan terus berkembang. Didorong dengan semangat untuk bermanfaat, Endah, Tiara, dan Zizi (panggilan akrab Zavira) melakukan diskusi terkait kelanjutan program Millenia of The Utopians dan hal apa yang dapat kita lakukan untuk terus menjaga agar program ini terus hidup dan tidak terhenti hanya karena kekurangan sumber daya manusia. Kami ingin niat baik dan hal baik yang telah kami rintis dapat terus berjalan dan berkembang. Hingga suatu hari, serangkaian diskusi di kampus ITS itu mencetuskan sebuah ide untuk membuat sebuah komunitas yang kegiatannya ditujukan untuk membantu anak-anak marjinal supaya dapat mengenyam pendidikan berkualitas dan mengembangkan potensi dirinya. Komunitas ini yang kemudian kami sebut dengan Komunitas Sahabat Belajar.

​

Meski pada saat dicetuskannya Sahabat Belajar hanya mampu menanggung biaya pendidikan tiga orang anak marjinal (Dika, Rohim dan Jaya), kami tidak pernah berhenti berharap bahwa suatu saat komunitas ini akan dapat membantu banyak anak marjinal di berbagai daerah di Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan dan  indahnya kepedulian. 

bottom of page